strategi daya saing bisnis
Ilustrasi indeks daya saing global indonesia | Photo by Pixabay on Pexels.com

Indeks daya saing global Indonesia tahun ini naik atau turun selalu menarik perhatian. World Economic Forum (WEF) merilis indeks daya saing global biasanya pada kuartal tiga, pada September 2020.

Indonesia menempati peringkat ke-50 dari 141 negara pada 2019. Singapura, Amerika Serikat, Hong Kong, Belanda, dan Swiss menempati lima besar teratas peringkat negara paling kompetitif.

WEF menilai 12 pilar untuk menentukan peringkat daya saing global. Institusi, infrastruktur, adopsi ICT, stabilitas makroekonomi, kesehatan, keterampilan, produk, pasar tenaga kerja, sistem keuangan, ukuran pasar, dinamika bisnis, dan kemampuan inovasi.

Ilustrasi daya saing | Photo by Pixabay on Pexels.com

Dari 12 aspek itu Indonesia menghadapi masalah dalam 5 hal karena mengalami penurunan, yaitu adopsi ICT, kesehatan, keterampilan, pasar tenaga kerja, dan produk. PR besar yang harus dijawab agar indeks daya saing global Indonesia naik.

Masalah daya saing Indonesia

Indonesia menghadapi masalah daya saing. Produk impor membanjiri pasar domestik. Sementara kapasitas inovasi nasional masih rendah.

Persoalan inovasi ini terkadang memang ngeri-ngeri sedap. Pemerintah mendorong inovator melakukan riset dan pengembangan dengan dana tak sedikit, tapi saat produk inovasinya jadi, tak mudah diterima pasar.

Ironisnya, karya inovasi anak bangsa seringkali tak laku di pasaran. Banyak cerita bagaimana hingar bingar hebohnya ketika prototipe ditemukan tapi kemudian senyap dan hening ketika masuk tahap produksi.

Jadi, semacam ada lingkaran setan. Inovasi berbiaya mahal dan keluarannya tak sebanding. Walaupun begitu sepertinya semangat terus menyala. Harapan baru selalu ada!

Konsep daya saing

Menurut Institute for Management Development (IMD), daya saing adalah bagaimana suatu bangsa/negara menciptakan dan memelihara suatu lingkungan yang yang dapat mempertahankan daya saing perusahaan-perusahaannya.

IMD fokus pada kinerja ekonomi (Economic Performance); efisiensi Pemerintah (Government Efficiency); efisiensi Bisnis (Business Efficiency); dan infrastruktur (Infrastructure).

Selain WEF, ada beberapa lembaga yang mengeluarkan peringkat daya saing. Bank Dunia atau World Bank menggunakan 5 indikator.

  1. neraca perdagangan (trade balance)
  2. nilai tukar (exchange rate), upah (wages)
  3. ekspor (exports)
  4. aliran FDI (Foreign Direct Invesment)
  5. biaya tenaga kerja (unit labor costs).

Ada juga Asia Competitiveness Index (ACI), lembaga di bawah naungan Lee Kuan Yew School of Public Policy dan National Singapura University.

ACI mengukur indeks daya saing dengan empat kelompok besar.

1) Stabilitas ekonomi makro (gerakan ekonomi; keterbukaan perdagangan dan pelayanan; serta ketertarikan investor asing).

2) Pemerintah dan kelembagaan (Kebijakan pemerintah dan kesinambungan fiskal; Lembaga; pemerintahan, dan kepemimpinan; kompetisi, standar regulasi, penegakan hukum).

3) Keuangan, bisnis, dan kondisi SDM (efisiensi bisnis; fleksibilitas pasar tenaga kerja; dan performa produktifitas).

4) Harapan hidup dan pembangunan infrastruktur (infrastruktur fisik; infrastruktur teknologi; standar hidup, stabilitas pendidikan dan sosial).

Referensi:

[1] Bahan Kuliah Daya Saing Daerah dan Nasional di Program Magister Administrasi dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia 2013.
[2] Fahmi Wibawa dalam Inovasi Sebagai Referensi, sebuah pemaparan hasil temuan monitoring pelaksanaan otonomi daerah di Jawa Timu, 2004: Partnership.
[3] Tim JPIP, ibid.
[4] Dedi Mulyadi, Manajemen Perwilayahan Industri, 2012, Leuser Cita Pustaka: Jakarta.
[5] Sidajateng

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *