Sebuah perjalanan melintasi samudera pasifik. Dari Jakarta menuju Washington DC transit di Hongkong. Ada cerita tak terlupakan. Cerita perjalanan ini sebelum terjadi pandemi Covid-19 yang membuat mobilitas terbatas.
Flight anda tujuan akhir London?
Petugas counter check-in penumpang Cathay Pacific di Bandara Soekarno-Hatta pada Jumat, 24 Mei 2017, itu bertanya ramah. Datar. Tapi bikin kaget.
Kami hendak ke Washington, Amerika Serikat. Lha kok, petugas check-in nanyanya melenceng jauh. London ada di Inggris jauh banget sama Washington, kan?
“Tidak, kami hendak ke Washington.”
Petugas kemudian minta paspor. Sejurus kemudian jemarinya tampak menari di papan keyboard. Mata tajam menatap monitor.
Tapi, di sistem kami tiket anda menunjukkan penerbangan dari Jakarta pukul 00.05 menuju Hongkong, kemudian tujuan akhir London.
Perjalanan melintasi malam
Kami berlima kebingungan mendapati kenyataan itu. Petugas mempersilakan kami minggir karena tak jadi boarding. Setelah geser baru terlihat antrean di belakang mengular.
Lima orang. Peserta program International Visitor Leadership Program atau IVLP di negeri Paman Sam. Semua persiapan keberangkatan disusun panitia. Kami tahunya sudah beres. Sampai detik akhir keberangkatan tidak ada pengumuman perubahan.
Situasi ini tentu membuat kami kaget. Betapa tidak, saat check-in itu waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Semua kontak kami hubungi.
Baca juga: Google adsense mahar pernikahan blogger
Mengetahui situasi itu, semua juga kaget. Tidak pernah ada kejadian seperti itu sebelumnya. Sudah siap menikmati perjalanan melintasi benua dan samudra eh kejadiannya begini.
Singkat kata kami terpaksa menginap di bandara malam itu. Titik terang baru kami dapat pagi harinya. Tiga orang bisa berangkat dengan rute yang benar sementara dua sisanya masih harus menunggu kepastian.
Disambut Cherry Blossom
Belakangan dua peserta mendapatkan penerbangan pada pukul 00.05 hari berikutnya. Kami kemudian terbang ke Hongkong. Dari Hongkong berganti pesawat American Air melintasi samudra yang membentang luas memisahkan benua Asia dan Amerika.
Semalam di perjalanan, kami berangkat sore hari dan mendarat di bandara Los Angeles sore hari juga. Ini karena perbedaan waktu yang cukup panjang.
Los Angeles belum menjadi akhir perjalanan. Kami harus terbang lagi menuju North Carolina. Kami sampai dini hari. Ini juga belum yang terakhir. Kami masih harus terbang sekali lagi ke bandara Dulles.
Pagi hari sekitar pukul 06.00, kami tiba. Saat di antrean klaim bagasi tiba-tiba ada yang menyapa.
“Dari Indonesia, ya?”
Ternyata Mbak Nunu yang menjadi interpreter kami selama program. Kami kemudian saling menyalami dan berkenalan sembari menunggu koper tiba.
Selesai urusan bagasi, kami diajak keluar. Tak lama kemudian Mbak Nunu mengangkat ponselnya. Rupanya Lyft (layanan transportasi online semacam Gojek dan Grab populer di Washington) sudah datang dan siap mengantar kami ke hotel di Washington DC.
Lyft merupakan taksi online semacam Uber, Gojek atau Grabcar kalau di Jakarta. Jalanan dari bandara menuju Washington sabtu pagi itu cukup lengang. Pohon-pohon belum berdaun, meski ada beberapa yang sudah mengeluarkan bunga.
Belakangan, saya ketahui bunga-bunga putih itu adalah Cherry Blossom atau bunga sakura. Ya, itu adalah awal musim semi. Musim semi di Washington DC. Baca juga artikel menarik di sini.
Baca Juga : Arti Penting Hubungan Internasional